Gua Lawa Purbalingga merupakan gua yang menyimpan legenda islam kuno ini berada di Desa Siwarak, Kec. Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Obyek Wisata ini terletak sekitar 27 kilometer di sebelah utara kota Purbalingga. Gua alam yang terletak di bawah permukaan tanah di lereng gunung Slamet ini memiliki panjang sekitar 1.300 m. Dengan ornamen interior alami berupa batuan gua, aliran air bawah tanah yang mempesona dan aliran hawa sejuk dalam gua, wisatawan akan disuguhi pengalaman yang menarik.
Perjalanan menuju tempat ini tidaklah sulit. Dari pusat kota Purbalingga, perjalanan darat ditempuh sejauh 27 kilometer ke arah Utara. Ketika sampai di ruas jalan Purbalingga – Pemalang tepatnya di pertigaan Karangreja, sudah terpampang papan selamat datang di Obyek wisata Goa Lawa. Dari tempat ini, perjalanan tinggal sekitar 3 kilometer dengan kondisi jalan yang sedikit naik.
Panjang gua yang mencapai 1,5 km menjadi lebih terlihat unik karena proses pembentukannya terjadi sebagai akibat dari pembekuan dan pendinginan lava. Selanjutnya lava kering ini berubah menjadi keras, tidak mengandung kapur dan tanpa menghasilkan stalagmit dan stalagtit seperti halnya gua yang berada di batuan kapur atau di lereng bukit.
Tempatnya yang berada di ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut membuat suasana di kawasan Gua Lawa terasa begitu sejuk. Hawa sejuk langsung menyergap raga begitu kaki menginjak pelataran parkir objek wisata Gua Lawa. Tempat sangat cocok untuk refreshing atau berlibur bersama keluarga. Gua alam yang masih sangat alami mengundang kelelawar tinggal di dalam gua. Jumlahnya sangat banyak sehingga saat anda berkunjung ke Gua Lawa, anda akan berkesempatan untuk melihat kelelawar beterbangan dengan bebas.
Diantara legenda-legenda tentang gua lawa legenda gua lawa sebagai istana para Lawa atau Kelelawar. Hingga kini masih ada ribuan kelelawar yang bersarang di belasan gua yang ada di tempat itu. Di dalam gua juga ada sebuah relief yang sangat mirip dengan bentuk dada dan sayap kelelawar raksasa. Bentangan sayapnya lebih dari lima meter, sedang tinggi tubuhnya lebih dari empat meter.
Apalagi, di salah satu bagian gua, ada sebuah tempat yang selalu dijadikan tempat berhenti oleh kelelawar itu sebelum keluar gua. Tempat ini disebut Istana Lawa. Namun hingga kini, tak seorangpun yang mengetahui riwayat asli Gua Lawa.
Selain Gua Lawa sebagai gua utama, di lokasi ini masih ada sekitar 14 gua lain yang belum dibuka untuk umum. Masalah kemanan dan dana menjadi alasan mengapa gua-gua itu belum dibuka. Salah satunya adalah gua angin yang terletak di sebelah kiri ketika pertama masuk ke dalam gua. Dinamakan gua angin karena sering keluar angin berhembus dari dalam gua tersebut.
Berikut adalah nama-nama beberapa bagian dalam Gua Lawa ;
Batu Semar
Objek pertama yang terlihat ketika Anda memasuki gua adalah sebuah batu berujud tokoh Punakawan Semar. Meski tidak dipahat namun batu alam ini sangat mirip dengan gambar Semar di pewayangan. Konon batu ini masih kerap memunculkan sosok asli tokoh Semar ini. Orang di sekitar sini menyebutnya mbah Semar,
Waringin Seto
Gua Dada Lawa
Batu keris
Nama Ratu Ayu sendiri diberikan karena di tempat itu sering muncul dua orag putri yang sangat cantik ditemani oleh tiga harimau berwarna hitam, loreng dan putih.
Selain Gua alam, di kompleks ini terdapat pula taman Lokaria sebagai wahana bermain anak-anak, Taman Kenanga, Panggung Gembira dan Musholla, dan area parkir yang luas.
Legenda Desa Siwarak
Menurut cerita rakyat setempat, gua lawa mempunyai cerita yang erat kaitannya dengan terciptanya nama Desa Siwarak. Pada saat itu Agama Islam yang mulai berkembang di Pulau Jawa khususnya, di wilayah Banyumas. Ada dua mubaligh bernama Akhmad dan Mohamad dengan dua orang pengikutnya Bangas dan Bangis yang mendapat tugas mengembangkan Agama Islam.
Mereka mendapatkan tantangan dari Pemerintah Kerajaan Majapahit yang berkuasa pada waktu itu. Ki Sutargaga bertugas menghambat penyebaran agam Islam berhasil mematahkan usaha penyebaran agama Islam. Akhmad dan Mohammad melarikan diri dan bersembunyi di dalam Gua Lawa. Mereka memperolah ilham dari Tuhan Yang Maha Esa. agar mereka berdua berganti nama yakni Ahmad berganti nama Taruno dan Mohammad berganti nama menjadi Taruni.
Belum lama mereka keluar dari gua, mereka dihentikan Ki Sutaraga, Senopati Majapahit. Ki Sutaraga menanyakan kepada mereka berdua apakah mereka melihat Ahmad dan Mohammad. Ki Sutaraga yang belum pernah bertemu dengan Akhmad dan Mohamad tidak tahu bahawa mereka berdua adalah orang yang sedang dicari-cari. Mereka menjawab bahwa mereka sering melihat Ahmad dan Mohamad. tetapi dua hari yang lalu, kedua orang tersebut telah mati diterkam dan dimakan oleh tiga ekor harimau.
Ki Sutaraga memberitahukan kepada pasukannya, bahwa kedua orang yang mereka kejar-kejar itu dua hari yang lalu telah di makan harimau. Bersoraklah pasukan Kerajaan Majapahit itu. Sehingga, sorakan pasukan Kerajaan Majapahit itu terdengar oleh teliga Bangas dan Bangis, pengikut setia Akhmad dan Mohamad. Bangas dan Bengis ingin menuntut balas dan langsung menemui Ki Sutaraga.
Bangas dan Bagis menantang Ki Sutaraga untuk berperang tanding. namun Ki Sutaraga tidak menaggapi tantangan mereka. Sikap Ki Sutaraga membuat bangas dan Bangis menjadi marah, mereka menyerang ki Sutaraga. Ki Sutaraga hanya bertolak pinggang, sambil berkata dengan suara gemuruh bergulung-gulung : Hai, kamu Bangas dan Bangis ! kamu berdua adalah manusia-manusi a yang tak tau diri, tingkah laku mu seperti binatang saja". Karena kesaktian ucapan Ki Sutaraga, mendadak Bangas dan Bangis berubah wujudnya menjadi dua ekor binatang badak (jawa : warak) . Melihat kejadian itu para prajurit berteriak : "Warak......warak....!"
Ki Sutaraga mengumpulkan prajuritnya dan diminta untuk menyaksikan ucapannya, yakni : "Hai prajurit-prajurit semua, dengar dan saksikan. karena peristiwa yang menimpa kedua orang itu, yakni bangas dan bangis, kelak dikemudian bila hutan ini dapat tumbuh menjadi pedesaan, maka desa tersebut aku berinama Desa Siwarak.
Anehnya relief berbentuk badak bercula juga terdapat di dalam gua, tepatnya di depan sanggar panembahan. Relief yang terbentuk dari retakan dan lipatan batu ini sangat lengkap menggambarkan bentuk seekor badak.
Perjalanan menuju tempat ini tidaklah sulit. Dari pusat kota Purbalingga, perjalanan darat ditempuh sejauh 27 kilometer ke arah Utara. Ketika sampai di ruas jalan Purbalingga – Pemalang tepatnya di pertigaan Karangreja, sudah terpampang papan selamat datang di Obyek wisata Goa Lawa. Dari tempat ini, perjalanan tinggal sekitar 3 kilometer dengan kondisi jalan yang sedikit naik.
Panjang gua yang mencapai 1,5 km menjadi lebih terlihat unik karena proses pembentukannya terjadi sebagai akibat dari pembekuan dan pendinginan lava. Selanjutnya lava kering ini berubah menjadi keras, tidak mengandung kapur dan tanpa menghasilkan stalagmit dan stalagtit seperti halnya gua yang berada di batuan kapur atau di lereng bukit.
Tempatnya yang berada di ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut membuat suasana di kawasan Gua Lawa terasa begitu sejuk. Hawa sejuk langsung menyergap raga begitu kaki menginjak pelataran parkir objek wisata Gua Lawa. Tempat sangat cocok untuk refreshing atau berlibur bersama keluarga. Gua alam yang masih sangat alami mengundang kelelawar tinggal di dalam gua. Jumlahnya sangat banyak sehingga saat anda berkunjung ke Gua Lawa, anda akan berkesempatan untuk melihat kelelawar beterbangan dengan bebas.
Diantara legenda-legenda tentang gua lawa legenda gua lawa sebagai istana para Lawa atau Kelelawar. Hingga kini masih ada ribuan kelelawar yang bersarang di belasan gua yang ada di tempat itu. Di dalam gua juga ada sebuah relief yang sangat mirip dengan bentuk dada dan sayap kelelawar raksasa. Bentangan sayapnya lebih dari lima meter, sedang tinggi tubuhnya lebih dari empat meter.
Apalagi, di salah satu bagian gua, ada sebuah tempat yang selalu dijadikan tempat berhenti oleh kelelawar itu sebelum keluar gua. Tempat ini disebut Istana Lawa. Namun hingga kini, tak seorangpun yang mengetahui riwayat asli Gua Lawa.
Selain Gua Lawa sebagai gua utama, di lokasi ini masih ada sekitar 14 gua lain yang belum dibuka untuk umum. Masalah kemanan dan dana menjadi alasan mengapa gua-gua itu belum dibuka. Salah satunya adalah gua angin yang terletak di sebelah kiri ketika pertama masuk ke dalam gua. Dinamakan gua angin karena sering keluar angin berhembus dari dalam gua tersebut.
Berikut adalah nama-nama beberapa bagian dalam Gua Lawa ;
Batu Semar
Objek pertama yang terlihat ketika Anda memasuki gua adalah sebuah batu berujud tokoh Punakawan Semar. Meski tidak dipahat namun batu alam ini sangat mirip dengan gambar Semar di pewayangan. Konon batu ini masih kerap memunculkan sosok asli tokoh Semar ini. Orang di sekitar sini menyebutnya mbah Semar,
Waringin Seto
Berarak sekitar sepuluh meter dari Batu Semar, terdapat dinding batu berwujud seperti pohon beringin putih yang disebutnya sebagai Waringin Seto. Di sebut Waringin Seto karena memang bentuknya yang mirip pohon beringin, dari batang sampai ke daun-daunnya.
Gua Dada Lawa
Gua dada Lawa merupakan sebuah relief berbentuk dada kelelawar raksasa yang terdapat di dalam gua.
Batu keris
Batu keris merupakan sebuah batu yang bentuknya mirip dengan senjata keris.
Gua Ratu ayu.
Menurut cerita, gua Ratu Ayu dulunya dihuni oleh dua putri dari kerajaan Pajajaran. Dua orang putri yang bernama Endang Murdaningrum dan Endang Murdaningsih ini melakukan semedi sampai akhir hayatnya di Gua Ratu Ayu. Jasad kedua putri ini murca atau muksa dari dunia.
Menurut cerita, gua Ratu Ayu dulunya dihuni oleh dua putri dari kerajaan Pajajaran. Dua orang putri yang bernama Endang Murdaningrum dan Endang Murdaningsih ini melakukan semedi sampai akhir hayatnya di Gua Ratu Ayu. Jasad kedua putri ini murca atau muksa dari dunia.
Nama Ratu Ayu sendiri diberikan karena di tempat itu sering muncul dua orag putri yang sangat cantik ditemani oleh tiga harimau berwarna hitam, loreng dan putih.
Selain Gua alam, di kompleks ini terdapat pula taman Lokaria sebagai wahana bermain anak-anak, Taman Kenanga, Panggung Gembira dan Musholla, dan area parkir yang luas.
Legenda Desa Siwarak
Menurut cerita rakyat setempat, gua lawa mempunyai cerita yang erat kaitannya dengan terciptanya nama Desa Siwarak. Pada saat itu Agama Islam yang mulai berkembang di Pulau Jawa khususnya, di wilayah Banyumas. Ada dua mubaligh bernama Akhmad dan Mohamad dengan dua orang pengikutnya Bangas dan Bangis yang mendapat tugas mengembangkan Agama Islam.
Mereka mendapatkan tantangan dari Pemerintah Kerajaan Majapahit yang berkuasa pada waktu itu. Ki Sutargaga bertugas menghambat penyebaran agam Islam berhasil mematahkan usaha penyebaran agama Islam. Akhmad dan Mohammad melarikan diri dan bersembunyi di dalam Gua Lawa. Mereka memperolah ilham dari Tuhan Yang Maha Esa. agar mereka berdua berganti nama yakni Ahmad berganti nama Taruno dan Mohammad berganti nama menjadi Taruni.
Belum lama mereka keluar dari gua, mereka dihentikan Ki Sutaraga, Senopati Majapahit. Ki Sutaraga menanyakan kepada mereka berdua apakah mereka melihat Ahmad dan Mohammad. Ki Sutaraga yang belum pernah bertemu dengan Akhmad dan Mohamad tidak tahu bahawa mereka berdua adalah orang yang sedang dicari-cari. Mereka menjawab bahwa mereka sering melihat Ahmad dan Mohamad. tetapi dua hari yang lalu, kedua orang tersebut telah mati diterkam dan dimakan oleh tiga ekor harimau.
Ki Sutaraga memberitahukan kepada pasukannya, bahwa kedua orang yang mereka kejar-kejar itu dua hari yang lalu telah di makan harimau. Bersoraklah pasukan Kerajaan Majapahit itu. Sehingga, sorakan pasukan Kerajaan Majapahit itu terdengar oleh teliga Bangas dan Bangis, pengikut setia Akhmad dan Mohamad. Bangas dan Bengis ingin menuntut balas dan langsung menemui Ki Sutaraga.
Bangas dan Bagis menantang Ki Sutaraga untuk berperang tanding. namun Ki Sutaraga tidak menaggapi tantangan mereka. Sikap Ki Sutaraga membuat bangas dan Bangis menjadi marah, mereka menyerang ki Sutaraga. Ki Sutaraga hanya bertolak pinggang, sambil berkata dengan suara gemuruh bergulung-gulung : Hai, kamu Bangas dan Bangis ! kamu berdua adalah manusia-manusi a yang tak tau diri, tingkah laku mu seperti binatang saja". Karena kesaktian ucapan Ki Sutaraga, mendadak Bangas dan Bangis berubah wujudnya menjadi dua ekor binatang badak (jawa : warak) . Melihat kejadian itu para prajurit berteriak : "Warak......warak....!"
Ki Sutaraga mengumpulkan prajuritnya dan diminta untuk menyaksikan ucapannya, yakni : "Hai prajurit-prajurit semua, dengar dan saksikan. karena peristiwa yang menimpa kedua orang itu, yakni bangas dan bangis, kelak dikemudian bila hutan ini dapat tumbuh menjadi pedesaan, maka desa tersebut aku berinama Desa Siwarak.
Anehnya relief berbentuk badak bercula juga terdapat di dalam gua, tepatnya di depan sanggar panembahan. Relief yang terbentuk dari retakan dan lipatan batu ini sangat lengkap menggambarkan bentuk seekor badak.
Advertisement