Air terjun Wana Tirta terletak di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Obyek wisata ini secara resmi menjadi wahana wisata baru di kabupaten Purbalingga yang siap ditawarkan kepada wisatawan. Curug Wana Tirta merupakan sebuah air terjun dengan ketinggian 16 meter dan berdasarkan penelitian para ahli, airnya bisa langsung diminum karena berasal dari resapan bebatuan. Tempat ini telah diresmikan oleh Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhaendrianto saat meresmikan Wana Tirta sebagai wahana wisata pada Selasa 10 Pebruari 2015.
Empat desa di Kabupaten Purbalingga, menyiapkan pengembangan pariwisata bersama dalam konsep "Mampirtapa". Mampirtapa merupakan singkatan dari nama empat desa di Kecamatan Rembang, yakni Desa Makam, Desa Sumampir, Desa Tanalum, dan Desa Panusupan. Ide pengembangan pariwisata bersama ini muncul setelah adanya kesepakatan antarempat kepala desa. Konsep pengembangan pariwisata bersama berbasis masyarakat itu mengedepankan daya tarik alam, potensi budaya, seni, dan kearifan lokal.
Konsep tersebut diharapkan dapat berjalan setelah pembukaan jembatan baru berupa Jembatan Lengkung yang menghubungkan Desa Panusupan dan Desa Makam. Pengembangan Desa Wisata Panusupan dan Desa Tanalum telah menggugah desa-desa tetangga untuk mengoptimalkan potensi yang ada untuk pariwisata.
Desa Panusupan sudah lebih dulu dikenal dengan wisata religi makam Syech Jambu Karang di Bukit Ardi Lawet, dan didukung dengan wisata seni budaya Dayakan, kotekan Lesung, wisata Curug Wana Tirta, dan sejumlah keindahan alam lainnya. Kemudian Desa Tanalum dikenal dengan desa seribu curug dan menyuguhkan wisata alam yang mengagumkan.
Desa Sumampir, sangat potensial untuk dikembangkan berkat semangat warganya untuk membangun kolam "Ciblon". Desa Makam dikenal dengan pengrajin batu akiknya sehingga akan semakin mendukung kunjungan wisatawan yang ingin membeli cenderamata akik.
Kesenian Dayakan
Selain air terjun, salah satu kesenian rakyat yang sangat menarik adalah kesenian Dayakan. Kesenian Dayakan merupakan seni pertunjukkan rakyat di Desa Wisata Panusupan, Kecamatan Rembang, ternyata menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Seni topeng ireng yang disuguhkan di desa-desa lereng Gunung Merapi–Merbabu. Bedanya, Dayakan dibawakan oleh anak-anak dan asesoris yang dipakai juga cenderung alami.
Wajah anak-anak yang akan menari dayakan, digambari menggunakan arang. Tampilan wajah seperti mirip orang alas (dari hutan). Tubuh penari diberi asesoris dengan dedaunan rumputan dan janur kuning. Rumput yang dipakai juga tidak sembarangan yakni rumput Kapulata. Sedang tetabuan berupa kentongan, gong, dan ember.
Tarian Dayakan merupakan tarian turun temurun dari nenek moyang, hanya saja sudah lama tidak ditampilkan. Disebut Dayak, karena konon masyarakat disini dulu berasal dari alas (hutan),
Rumput yang digunakan sebagai properti tari berupa rumput Kapulata. Pemakaian rumput ini mengandung makna kelak kehidupan orang-orang di desa bisa tertata. Semua kehidupannya teratur dan tertata dengan baik. Kemudian rumput Japakrias yang mengandung makna dengan digelarnya tarian ini maka semua sawan atau penyakit bisa hilang. Sedang janur berwarna kuning bermakna sejane ning nur (arah menggapai cahaya Ilahi), dan warna kuning bermakna sabda dadi, (yang dihasilkan dari hati/jiwa yang bening).
Empat desa di Kabupaten Purbalingga, menyiapkan pengembangan pariwisata bersama dalam konsep "Mampirtapa". Mampirtapa merupakan singkatan dari nama empat desa di Kecamatan Rembang, yakni Desa Makam, Desa Sumampir, Desa Tanalum, dan Desa Panusupan. Ide pengembangan pariwisata bersama ini muncul setelah adanya kesepakatan antarempat kepala desa. Konsep pengembangan pariwisata bersama berbasis masyarakat itu mengedepankan daya tarik alam, potensi budaya, seni, dan kearifan lokal.
Konsep tersebut diharapkan dapat berjalan setelah pembukaan jembatan baru berupa Jembatan Lengkung yang menghubungkan Desa Panusupan dan Desa Makam. Pengembangan Desa Wisata Panusupan dan Desa Tanalum telah menggugah desa-desa tetangga untuk mengoptimalkan potensi yang ada untuk pariwisata.
Desa Panusupan sudah lebih dulu dikenal dengan wisata religi makam Syech Jambu Karang di Bukit Ardi Lawet, dan didukung dengan wisata seni budaya Dayakan, kotekan Lesung, wisata Curug Wana Tirta, dan sejumlah keindahan alam lainnya. Kemudian Desa Tanalum dikenal dengan desa seribu curug dan menyuguhkan wisata alam yang mengagumkan.
Desa Sumampir, sangat potensial untuk dikembangkan berkat semangat warganya untuk membangun kolam "Ciblon". Desa Makam dikenal dengan pengrajin batu akiknya sehingga akan semakin mendukung kunjungan wisatawan yang ingin membeli cenderamata akik.
Kesenian Dayakan
Selain air terjun, salah satu kesenian rakyat yang sangat menarik adalah kesenian Dayakan. Kesenian Dayakan merupakan seni pertunjukkan rakyat di Desa Wisata Panusupan, Kecamatan Rembang, ternyata menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Seni topeng ireng yang disuguhkan di desa-desa lereng Gunung Merapi–Merbabu. Bedanya, Dayakan dibawakan oleh anak-anak dan asesoris yang dipakai juga cenderung alami.
Wajah anak-anak yang akan menari dayakan, digambari menggunakan arang. Tampilan wajah seperti mirip orang alas (dari hutan). Tubuh penari diberi asesoris dengan dedaunan rumputan dan janur kuning. Rumput yang dipakai juga tidak sembarangan yakni rumput Kapulata. Sedang tetabuan berupa kentongan, gong, dan ember.
Tarian Dayakan merupakan tarian turun temurun dari nenek moyang, hanya saja sudah lama tidak ditampilkan. Disebut Dayak, karena konon masyarakat disini dulu berasal dari alas (hutan),
Rumput yang digunakan sebagai properti tari berupa rumput Kapulata. Pemakaian rumput ini mengandung makna kelak kehidupan orang-orang di desa bisa tertata. Semua kehidupannya teratur dan tertata dengan baik. Kemudian rumput Japakrias yang mengandung makna dengan digelarnya tarian ini maka semua sawan atau penyakit bisa hilang. Sedang janur berwarna kuning bermakna sejane ning nur (arah menggapai cahaya Ilahi), dan warna kuning bermakna sabda dadi, (yang dihasilkan dari hati/jiwa yang bening).
Advertisement